The Range of Nonstate Actors

Label: , , , ,
There are many different types of nonstate actors. For example, there are loose transnational networks of NGOs around the world that only established an address, bank account, and formal organizational identity. The benefit of loose structure is from its flexibility. The campaign against the Multilateral Investment Agreement, a transnational network from six hundred of NGOs, is one of example. The range of nonstate actors itself can be seen from six key terms.

First, NGOs or INGOs, such as Oxfam and Rotary, are voluntary organizations formed and organized by individuals to perform variety of function and roles. NGOs operate at local, national or international level. Some NGOs operate in a specific issue area. The others operate in broad issues like human rights, environment, etc. Most NGOs are headquartered in Northern and Western developed countries such as London (Amnesty International), Oxford (Oxfam), Washington, D.C. (The Nature Conservatory), etc. They receive funding from private donors. The other was formed in developing countries in South but get the funding from international groups. The example is DAWN or Development Alternative with Woman for a New Era.

Second, transnational networks and coalition are informal and formal linkages among NGOs in a certain issue. Revolution in communication area made it easy for NGOs to create multilevel linkages between different organizations by internet, website or fax.

Transnational advocacy networks on the other hand dedicated to direct promotion of specific cause. Advocacy groups and networks bring new ideas into policy debates together with a new frame to see some issues. That way, the organization can be comprehensible and attract support from society, government or foreign government. Al Qaeda is one of example.

Third, social movement focuses on how people work together to bring changes in the status quo. Social movement happened in religion, class, region scope or to achieve progressive goals such as human rights, environment, etc. Transnational social movement similar with social movement but different in terminology. Transnational social movement has a role as the agents of global change. They provide the networks of social relations necessary for some action, resources, information, and ideas to mobilize people. The movement also provides the norms and the values about participating in policymaking and the implementation. They work at many levels and trying to influence elite politics in countries, public attention and NGOs/INGOs. The example of transnational social movement is Christian Pentecostalism. It originated a hundred years ago in California and now it already expanded around the world including 400 million people.

Fourth, global public policy networks different with the others include government agencies, IGOs, corporation, professional groups, NGOs and religion groups. This network has a big advantage because the networking can be expanded from civil society to governmental, intergovernmental, corporate and nonprofit entities.

Fifth, experts are drawn from government, research institutes, international organizations and nongovernmental community. Epistemic communities of experts are especially important in addressing complex environment issues. For example, experts who were concerned with global climate.

Sixth, multinational corporations or MNCs are nongovernmental organization engaged in for profit business transactions and operations across national borders. Since 1970s, MNCs became significant international actors and controlling a great amount of resources more than the states. But MNCs also became the targets of NGOs activism related with their roles and behavior with their labor condition, their action with their factory waste, etc. NGO’s campaign and activism made the corporations implementing codes of conduct, certifications and monitoring mechanism.

From the explanation above, we must remember that NGOs are different with civil society. Civil society is a broader concept including all organizations and association that exist outside the state and the market. Society is an arena in which people engage in spontaneous, customary and nonlegalistic forms of action to pursue common goals (Wapner, 1996). But, nonstate actors including NGOs are important part of any type transnational civil society.


Source:
Karns, Margaret P and Karen A. Mingst. 2004. International Organizations: The Politics and Process of Global Governance. London: Lynne Rienner Publisher.

Strategi Manufaktur Global dan Manajemen Rantai Suplai

Label: , , , , , ,
Strategi manufaktur global dibutuhkan ketika suatu perusahaan melebarkan jangkauan pemasarannya ke pasar-pasar di luar negeri sebagaimana yang dilakukan oleh perusahaan Samsonite ketika mengekspansi pasar-pasar potensial di Eropa. Pada tahun 2002 saja, Samsonite sudah memiliki enam fasilitas produksi yang dimiliki oleh perusahaan serta satu fasilitas produksi joint venture. Awalnya, Samsonite berniat untuk melayani pasar Eropa melalui ekspor. Akan tetapi tingginya biaya transportasi serta ketidakefisiensian menyebabkan Samsonite memulai produksi di Belgia yang dimulai pada tahun 1965.

Belakangan, Samsonite melakukan kebijakan baru dengan melakukan sentralisasi rantai suplai dimana produk-produk dibuat dan dikapalkan di gudang pusat di Eropa, untuk kemudian dikirimkan secara eceran sesuai dengan permintaan. Dengan adanya perkembangan baru di pasar eceran, Samsonite merespon dengan membuka toko-toko franchise eceran.

Dari penjelasan diatas, dapat dilihat bagaimana sebuah perusahaan dapat mengatur jaringan-jaringan yang paling efektif untuk menjangkau konsumen. Manufaktur global dan manajemen rantai suplai merupakan strategi yang sangat penting bagi perusahaan-perusahaan internasional dalam mengembangkan bisnisnya secara optimal di pasar-pasar luar negeri.

Kesuksesan strategi manufaktur global bergantung pada empat hal yang meliputi kesesuaian, konfigurasi, koordinasi dan kontrol.

Letak pabrik merupakan hal yang sangat esensial karena jarak antara pabrik dengan konsumen merupakan hal yang sangat esensial apabila berkompetisi dengan perusahaan-perusahaan lain yang sejenis. Untuk menentukan kesesuaian, dalam hal ini derajat konsistensi antara keputusan investasi asing dengan strategi kompetitif perusahaan, para manajer harus memperhatikan efisiensi yang dapat mengurangi harga secara tajam; pertanggungjawaban produk yang meliputi kepercayaan terhadap pengantaran maupun harga produk; kualitas dari segi produk, servis maupun pengantaran; fleksibilitas; dan berbagai inovasi-inovasi yang membuat konsumen tidak merasa jenuh.

Dari segi konfigurasi, terdapat tiga strategi manufaktur global. Pertama adalah melakukan sentralisasi manufaktur dan menawarkan pilihan standar produk dengan harga rendah kepada pasar yang berbeda-beda. Kedua, menggunakan fasilitas manufaktur regional untuk melayani konsumen dalam regional tertentu. Ketiga, perluasan pasar dalam negara-negara secara terpisah. Hal tersebut dilakukan terutama ketika permintaan meningkat secara tajam dalam negara tertentu.

Koordinasi dan kontrol berdiri berdampingan satu sama lain. Samsonite melakukan koordinasi melalui konsep gudang penyimpanan pusat di Eropa, yang kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi lokasi yang membantu mengkoordinasi transportasi dan penyimpanan dengan relatif mudah dan cepat.

Berbeda dengan strategi manufaktur global, strategi rantai suplai yang komprehensif meliputi beberapa elemen yaitu: keperluan servis pelanggan, penanaman dan distribusi desain jaringan utama, menejemen inventaris, hubungan antara outsourcing dengan pihak ketiga logistik, hubungan kunci antara konsumen dan suplier, poses bisnis, sistem informasi, kebutuhan organisasi akan desain dan pelatihan, performa siklus perusahaan, dan performa akhir. Sementara itu dalam sistem rantai suplai global sendiri membutuhkan sistem informasi yang memadai sebagai kunci utamanya. Perusahaan-perusahaan saat ini banyak menggunakan internet untuk berhubungan dengan para suplier bahkan terkadang kepada konsu-men secara langsung.

Strategi berikutnya berkaitan dengan sumber dan bahan mentah untuk produksi. Sumber global merupakan proses sebuah perusahaan dalam mendapatkan bahan-bahan mentah serta suplai bagian-bagian yang dibutuhkan dalam produksi baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Sumber domestik memungkinkan perusahaan untuk menghindari permasalahan yang berkaitan dengan bahasa, kultur, nilai mata uang, tarif dan berbagai kerumitan lainnya yang biasa ditemui ketika berusaha mendapatkan sumber bahan mentah dari luar. Sumber dari luar memungkinkan perusahaan untuk mengurangi biaya, meningkatkan kualitas produk dan berbagai keuntungan lainnya. Akan tetapi ketika perusahaan menggu-nakan sumber-sumber yang diperlukan dari suplier di seluruh dunia, jarak,waktu dan ketidakpastian politik internasional serta lingkungan ekonomi dapat membuat keadaan sulit bagi para manajer untuk mengatasi arus inventaris secara akurat.

Kesimpulan dari penjabaran diatas, strategi manufaktur global dan manajemen rantai suplai dibutuhkan dalam proses mengglobalkan perusahaan. Efisiensi biaya, penentuan lokasi sumber bahan mentah dengan lokasi pasar, kualitas pelayanan konsumen, serta sumber informasi yang terus diperbarui sangat menentukan keberhasilan perusahaan dalam melakukan ekspansinya. Oleh karena itu, strategi-strategi yang tepat dari segi pemasaran serta kejelian manajer dalam melihat peluang persaingan internasional dapat memberikan keuntungan semak-simal kepada perusahaan ini.



Sumber:
Artikel Global Manufacturing and Supply Chain Management.

Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Bisnis Internasional

Label: , , , , ,
“Orang yang tepat ke pekerjaan yang tepat di waktu yang tepat dengan gaji yang tepat” merupakan slogan yang menekankan betapa pentingnya manajemen sumber daya manusia dalam menjalankan perusahaan, terutama perusahaan internasional. Banyak perusahaan internasional yang terkadang kurang memperhatikan sumber daya manusia maupun penempatannya. Padahal manusia merupakan aset perusahaan yang paling berharga, terutama demi berjalan dan berkembangnya perusahaan sendiri. Dalam bisnis internasional sendiri manajemen sumber daya manusia menjadi semakin kompleks dengan berbagai realita politik, ekonomi, budaya, lingkungan, maupun hukum yang berbeda-beda di tiap-tiap negara. Oleh karena itu perusahaan harus mempertimbangkan menajemen sumber daya manusia secara teliti seraya mempertimbangkan strategi yang paling tepat yang tidak hanya menguntungkan perusahaan akan tetapi menguntungkan para pekerja sendiri.

Salah satu tugas utama manajemen sumber daya manusia adalah staffing. Dalam kebijakan staffing terdapat tiga pendekatan yang dapat digunakan yaitu pendekatan etnosentrik, pendekatan polisentrik, dan pendekatan geosentrik.

Pendekatan etnosentrik mengisi posisi manajemen dengan tenaga kerja dari negara asal perusahaan atau para ekspatriat. Contoh perusahaan yang menggunakan sistem ini adalah perusahaan Apple. Tujuannya adalah untuk menjaga daya saing dengan melakukan standarisasi struktural dan kendali operasional agar kualitas produksi dan kinerja pada unit operasional tetap terjaga sesuai dengan kehendak para direksi sebagai pembuat strategi. Hal ini sekaligus untuk melatih para pegawai lokal dalam merasakan atmosfer bisnis global untuk memahami bagaimana ketatnya kompetisi persaingan global. Pagi perusahaan sendiri, terutama Multi National Enterprises atau MNEs, hal ini sekaligus untuk melatih para ekspatriat dalam mengasah kemampuan di bidang bisnis internasional, dengan lebih mengenal dan memahami berbagai kultur kebudayaan serta keinginan dan pengharapan konsumen setempat terhadap perusahaan.

Sekalipun begitu, pendekatan etnosentrik memerlukan biaya yang tidak sedikit terutama untuk membiayai para ekspatriat dalam beradaptasi dan menghadapi masalah hukum setempat. Belum lagi ada resiko ketidakcocokkan antara ekspatriat dengan pekerja lokal di negara setempat maupun resiko kurangnya kemampuan ekspatriat dalam beradaptasi dengan budaya dan etos kerja setempat sehingga menimbulkan clash dan menyebabkan penurunan motivasi dan moral dari pekerja lokal. Apabila keadaan seperti ini berlanjut terus maka dapat menyebabkan penurunan intensitas produktivitas kerja.

Pendekatan polisentrik di lain pihak menggunakan tenaga lokal untuk mengatur kegiatan di cabang setempat. Pendekatan ini terutama bertujuan untuk memahami standar kerja lokal dengan lebih baik serta untuk mereduksi biaya kompensasi yang harus diberikan kepada pekerja ekspatriat. Kebijakan tersebut sekaligus menunjukkan bahwa perusahaan juga memperhatikan kesejahteraan penduduk lokal dengan memberikan berbagai kesempatan lapangan kerja dan tidak hanya mengeksploitasi sumber daya alam setempat saja. Untuk mempekerjakan tenaga kerja lokal, perusahaan biasanya melakukan semacam negosiasi dengan pihak pemerintah atau serikat pekerja internasional untuk menghindari munculnya konflik-konflik yang tidak diinginkan di masa depan. Sistem pengupahan merupakan topik yang paling sering dibahas dalam negosiasi tersebut. Akan tetapi perusahaan internasional pada umumnya melakukan penekanan upah tenaga kerja di negara setempat apalagi kalau standar upah di negara tersebut lebih rendah apabila diban-dingkan dengan negara asal perusahaan. Posisi tawar pekerja lokal biasanya cenderung lemah karena memang negara penerima yang membutuhkan lapangan pekerjaannya. Pemerintah setempat dalam hal ini bertugas sebagai pembuat dan pengawas pelaksanaan kebijakan mengenai perburuhan di negaranya. Akan tetapi seperti di Indonesia, peran pemerintah terkadang tidak terlalu signifikan karena tidak mampu mencegah perusahaan internasional tersebut dalam melakukan beberapa kebijakan tertentu seperti PHK sebagai contohnya.

Kekurangan pendekatan polisentrik ini terutama berkaitan dengan munculnya kera-guan dari perusahaan pusat akan loyalitas dan akuntabilitas dari pekerja lokal.

Berbeda dengan dua pendekatan sebelumnya, pendekatan geosentrik berusaha men-cari orang terbaik untuk pekerjaan-pekerjaan penting melalui organisasi tanpa mempeduli-kan kewarganegaraannya. Kebijakan ini lebih menekankan kepada pentingnya kompetensi individu tanpa melihat ras maupun kebangsaannya. Pendekatan ini merupakan langkah praktis dalam memenuhi tantangan global terhadap aspek profesionalitas perusahaan. Akan tetapi pendekatan ini lebih jarang digunakan apabila dibandingkan dengan kedua pendeka-tan lainnya karena ada faktor-faktor seperti kurangnya efisiensi, tidak ekonomis, serta cen-derung rentan terhadap benturan perbedaan kultur dan budaya kerja antara pihak karyawan dengan pihak direksi. Belum lagi hambatan dalam regulasi hukum setempat dalam menem-patkan pekerja-pekerja asing dari negara yang berbeda-beda dengan jumlah yang tidak sedikit.

Dari ketiga pendekatan yang telah dijabarkan diatas, pendekatan etnosentrik merupakan salah satu yang populer digunakan oleh perusahaan-perusahaan internasional. Bahkan di Amerika Serikat perusahaan-perusahaan internasionalnya menetapkan bahwa untuk menjadi CEO haruslah memiliki pengalaman bekerja di negara lain sehingga dapat mengatasi ketatnya arus persaingan global dengan memahami kebudayaan berbagai negara dan mengaplikasikannya dalam ekspansi global perusahaan. Karena itulah pemilihan ekspatriat dalam pendekatan etnosentrik merupakan hal penting yang harus diperhatikan.

Seorang ekspatriat harus memiliki beberapa kompetensi untuk dipercayakan menjalankan bisnis di negara asing. Kompetensi-kompetensi tersebut meliputi kemampuan teknis—merupakan kapabilitas dan performa ekspatriat dalam melakukan pekerjaannya, kemampuan beradaptasi, serta sifat kepemimpinan. Kemudian, sebelum diberangkatkan ke negara tujuan, perusahaan harus melakukan persiapan-persiapan tertentu untuk membantu ekspatriatnya dalam menghadapi tantangan di tanah yang masih asing. Persiapan tersebut dapat meliputi panduan untuk memahami negara tujuan secara umum, pembekalan sensitivitas terhadap kebudayaan, keahlian praktis, serta kemampuan untuk beradaptasi.


Sumber Review:
Sullivan, Daniels Radebaugh. 2007. “Case: A Career in International Business”. International Bussiness. Pearson International Edition