Dalam mempelajari dinamika regionalisme di wilayah Eropa masa kini tidak dapat dipisahkan dari Uni Eropa yang merupakan organisasi regional terbesar di Eropa dan memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam dunia Internasional.
Uni Eropa berawal dari perjanjian ekonomi
regional antara enam negara Eropa pada tahun 1951 yaitu Belgia, Prancis, Jerman
Barat, Italia, Luxembourg, dan Belanda. Berdasarkan perjanjian Roma pada tahun
1957 terbentuklah European Economic Community. Tujuan utama pembentukan European
Economic Community adalah untuk menciptakan pasar bersama diantara negara-negara
anggotanya dengan menerapkan Custom Unions. Di satu sisi Custom
Unions menerapkan penghapusan bea cukai, kuota impor dan berbagai hambatan
perdagangan lain diantara negara anggota. Di sisi lain Custom Unions memberlakukan suatu Common Customs Tariff (CCT)
untuk menghadapi negara-negara lain. Selain itu, Custom Unions juga
melakukan harmonisasi kebijakan-kebijakan nasional anggota, yaitu meliputi
pembebasan pergerakan barang, jasa, pekerja dan modal.[1]
European
Economic Community berubah menjadi European Community pada tahun
1967. European Community tersebut kemudian menjadi dasar utama untuk
pembentukan Uni Eropa yang tidak hanya bergerak di bidang perdagangan saja
namun juga dalam bidang ekonomi dan politik. Pada saat ini Uni Eropa telah memiliki
27 negara anggota.
Berbeda
dengan organisasi-organisasi regional lainnya, Uni Eropa jauh lebih terintegrasi
sehingga memiliki berbagai atribut yang selayaknya dimiliki oleh negara-negara
merdeka seperti bendera, lagu kebangsaan, tanggal pembentukan, mata uang
sendiri, kebijakan luar negeri maupun kebijakan keamanan yang ditransaksikan
dengan negara-negara lain.
Di dalam tatanan organisasi Uni Eropa sendiri terdapat tiga pilar utama yaitu:
a. European Communiy
b. Common Foreign and Security Policy (CFSP)
c. Justice and Home Affairs (JHA)
Regionalisme
di Bidang Ekonomi
Uni
Eropa dengan Masyarakat Ekonomi Eropa, Pasar tunggal Eropa dan Kawasan Perdagangan
Bebas Eropa (EFTA) pada dasarnya merupakan usaha sekaligus strategi
negara-negara di Eropa untuk menghadapi perkembangan internasional maupun
regional dalam menciptakan integrasi ekonomi dalam bentuk kerjasama ekonomi
global dalam wilayah perdagangan bebas maupun kuota perdagangan diantara
negara-negara anggotanya. Usaha ini sekaligus untuk meningkatkan integrasi
regional tersebut dalam kerangka Uni Eropa itu sendiri.[2] Keberadaan kawasan
ekonomi Eropa ini menjadikan regional tersebut pasar terbesar di dunia yang
menguasai 40% perdagangan dunia.
Kerjasama
antar Regional
Uni
Eropa memiliki hubungan kerjasama dengan ACP (African, Caribbean and Pacific countries), ASEAN, GCC dan beberapa organisasi lainnya. Hubungan Uni Eropa dengan
ASEAN pada dasarnya merupakan hubungan ekonomi namun dimotivasi ketakutan
negara-negara anggota ASEAN terhadap pengaruh komunisme. Bagi Uni Eropa
sendiri, hubungan kerjasama dengan ASEAN dapat membangun jembatan bagi Uni
Eropa menuju Asia. Sementara itu, hubungan Uni Eropa dengan Mercosur sebagian
besar didesain untuk membantu mengatasi konflik diantara negara negara-negara
Mercosur sendiri agar tercapai suatu perdamaian di wilayah Amerika Tengah.
Dialog Euro-Arab pada tahun 1973 merupakan bagian strategi dari European
Community untuk menjaga suplai minyak dari wilayah Timur Tengah sekaligus
suatu cara yang ditempuh untuk membantu membawa stabilitas dan perdamaian di
wilayah tersebut.[3]
ASEM
The
Asia Europe Meeting (ASEM) merupakan pertemuan kepala negara atau pemerintahan
negara-negara di Uni Eropa dan presiden European Commission dengan
kepala negara atau pemerintahan kesepuluh negara-negara ASEAN ditambah tiga
negara yaitu China, Jepang dan Korea yang dilakukan setiap dua tahun sekali.
ASEM merupakan pertemuan yang digunakan untuk memperkuat hubungan antara
regional Asia dengan Eropa yang merefleksikan bentuk dunia baru pada tahun
1990-an sekaligus perspektif abad yang baru.
Pada
bulan Juli 2004 European Commission mempublikasikan 'Towards a New
Strategy for Asia' yang memperbarui hubungan Uni Eropa dengan Asia. 'Towards
a New Strategy for Asia' juga merefleksikan pentingnya signifikansi politik,
ekonomi dan budaya Asia dengan Eropa. Sekalipun ASEM merupakan pertemuan
informal, akan tetapi telah menghasilkan beberapa institusi atau
program-program yang spesifik seperti Asia-Europe Foundation, Asia -Europe
Environment Technology Centre dan ASEM Trust Fund.[4]
Kepedulian Eropa dalam memperkuat
pandangan multidimensional dan multilateral keamanan regional dan internasional
diwujudkan dalam ’Strategi Keamanan Eropa’ pada tanggal 12 Desember 2003. Masalah
keamanan ini menjadi penting setelah terjadi serangan pada tanggal 11 Maret
2004 di Madrid dan 7 Juli 2005 di London. Berdasarkan European Security
Strategy, Uni Eropa memiliki tiga kunci kebijakan luar negeri dalam rangka menghadapi
tantangan keamanan yang ada saat ini. Pertama adalah memperpanjang zona keamanan dalam batas luar Eropa.
Kedua, mendukung kemunculan tatanan internasional yang adil dan stabil,
khususnya sistem multilateral yang efektif. Ketiga adalah mencari tindakan
balasan yang efektif terhadap ancaman lama dan ancaman baru.
Pada dasarnya, hubungan eksternal
Uni Eropa terbagi menjadi dua bidang. Pertama adalah integrasi regional di
dalam Eropa secara keseluruhan. Contohnya adalah tujuan strategis Uni Eropa di
daerah Balkan untuk mendukung proses stabilisasi dan asosiasi yang didesain
untuk mendorong dan mendukung proses reformasi domestik. Dari situlah muncul
suatu prospek untuk membentuk integrasi secara penuh dalam struktur Uni Eropa
dengan menyediakan kondisi politik dan ekonomi yang dibutuhkan. Kedua adalah
integrasi regional diluar Eropa yang lebih condong kepada dimensi eksternal
dari politik internal dan tidak hanya terfokus kepada CFSP saja.[5]
Dalam menciptakan stabilitas dan
keamanan Eropa, dituntut suatu komitmen untuk membentuk institusi-institusi
multilateral yang kuat. Untuk itulah Uni Eropa menggunakan strategi yang dapat
memperkuat dan memperdalam hubungan bilateral dengan negara-negara lain seperti
Amerika Serikat dan Rusia. Hubungan bilateral tersebut termasuk isu-isu perdagangan
bilateral, isu kebijakan sektoral, permasalahan kompetisi, kerjasama kebijakan
transport, perang melawan terorisme dan sejenisnya.
Adanya krisis Irak tidak membuat hubungan
ekonomi antara Amerika dan EU mengalami
gangguan. Hubungan kerjasama Uni Eropa dan Amerika menjadi semakin intensif dengan
adanya perang melawan terorisme. Sebuah forum informal antara Amerika dan Uni
Eropa dibentuk yaitu untuk memfasilitasi dialog antara wakil-wakil dari ketiga
pilar Uni Eropa dengan beberapa perwakilan dari agensi Amerika.
Analisis
Pada dasarnya pembentukan Uni Eropa
merupakan sebuah respons atas keinginan untuk membentuk struktur politik yang
stabil di kawasan Eropa sekaligus untuk menghadapi tantangan perekonomian dunia
yang semakin berkembang di bawah dominasi Amerika Serikat. Berbagai
permasalahan yang muncul, tidak hanya di bidang ekonomi dan politik saja akan
tetapi juga masalah perdagangan illegal senjata, obat terlarang serta
pertahanan pada umumnya membuat negara-negara di Eropa berpikir kalau satu negara
saja tidak akan mampu mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Uni Eropa
adalah suatu bentuk penggabungan kekuatan negara-negara Eropa yang
direfleksikan melalui sebuah organisasi yang memiliki tatanan khusus dengan
beberapa ciri negara berdaulat.
Kelemahan Uni Eropa adalah jumlah
keanggotaannya sendiri. Apabila masing-masing negara membawa dan memperjuangkan
kepentingannya sendiri-sendiri maka dalam pembuatan kebijakan tidak akan
efektif. Dari segi otoritas, di dalam Uni Eropa sendiri dapat terjadi tumpang
tindih otoritas antara negara, bangsa dan organisasi sehingga tidak akan menjamin
keefektifan pengimplementasian suatu kebijakan.
[1] www.indonesianmission-eu.org
diakses pada tanggal 7 Juni 2009.
[2] Drs. P. Anthonius Sitepu. Konsep
Integrasi Regionalisme dalam Studi Hubungan Internasional. Diakses dari www.usu.edu
[3]Hazel Smith. 2002. European Union Foreign
Policy: What it Is and What it Does. London: Pluto Press. Page 35.
[4] www.indonesianmission-eu.org
diakses pada tanggal 7 Juni 2009.
[5] Annegret Bendiek. 2006. Cross-Pillar Security Regime
Building in The European Union: Effects of The European Security Strategy of
December 2003. European Integration online Papers.