Dalam kehidupan bermasyarakat umat manusia, konflik dan perpecahan merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindarkan. Konflik dapat dihindari atau diabaikan, akan tetapi terkadang konflik membutuhkan suatu penyelesaian agar tidak semakin parah atau meluas. Dalam hal ini pihak yang berkonflik dapat melakukan negosiasi atau mediasi untuk memperoleh penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang terkait konflik.
Tidak ada definisi yang pasti mengenai mediasi. Akan tetapi Berkovitch menjabarkan beberapa karakteristik yang merupakan derivasi dari definisi mediasi itu sendiri. Pertama, mediasi merupakan proses pembuatan keputusan dan manajemen konflik. Kedua, digunakan ketika pihak-pihak terkait tidak dapat menyelesaikan konflik sendiri. Ketiga, mediasi melibatkan intervensi pihak ketiga yang dapat diterima kedua pihak yang berkonflik sebagai mediator. Keempat, mediator bersifat non-koersif, non-kekerasan dan tidak mengikat dalam memperoleh hasil mediasi. Kelima, mediator bersifat sementara saja.
Dalam melakukan mediasi, terkadang mediator membawa kepentingannya sendiri yang terkait dengan aktor-aktor yang berkonflik. Sebagai contohnya, dalam konflik antara Israel dan Palestina, Amerika Serikat muncul sebagai pihak ketiga yang secara aktif berusaha menjadi mediator bagi kedua negara. Akan tetapi peran AS sebagai mediator cenderung berat sebelah mengingat bagi AS, Israel merupakan sekutu utamanya di Timur Tengah. Selain berusaha memastikan Amerika tetap dapat mendominasi minyak di Timur-Tengah, Amerika ingin mempertahankan posisinya sebagai negara adikuasa dengan cara menundukkan Timur Tengah dalam kekuasaan Amerika. Israel merupakan sekutu Amerika yang bertugas memastikan pengaruh tersebut tetap berjalan dengan semestinya. Menurut Garaudy (1988), sebenarnya Israel bukan saja merupakan perwakilan bagi kepentingan kolektif kolonialisme Barat di Timur Tengah -khususnya Amerika Serikat- melainkan juga sebagai keping utama dalam hubungan antar kekuatan pada percaturan politik dunia. Adanya kepentingan tersebut menyebabkan AS -sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB- cenderung mengeluarkan resolusi yang terlalu memihak dan menguntungkan Israel. Hal ini menunjukkan pentingnya mediator yang dapat bersikap adil tanpa memihak. Kepentingan-kepentingan yang dibawa oleh pihak mediator dapat membuat proses resolusi berjalan lambat dan tidak seimbang sebagaimana yang terjadi dalam kasus Israel-Palestina. Bahkan kecenderungan AS yang memihak Israel tersebut menimbulkan berbagai prasangka dari pihak Palestina sehingga tidak ada penyelesaian jangka panjang yang disetujui oleh kedua belah pihak, bahkan hingga saat ini.
Referensi:
Berkovitch, Jacob. Mediation and Negotiation Techniques. University of Canterbury.
Garaudy, Robert. Israel dan Praktik-Praktik Zionisme. Bandung: Pustaka.1988.
Greenberg, Melanie C and Margaret E. McGuinness. From Lisabon to Dayton: International Mediation and The Bosnia Crisis.
Jones, Deiniol Llyod. 2000. Mediation, Conflict Resolution and Critical Theory. British International Studies Assosiation.