Small
and densely populated, the Netherlands is one of the countries most at risk
from climate change and rising sea levels – Alix Kroeger
Hubungan antara Belanda dan air
adalah salah satu hubungan yang sangat kompleks, dimana sejarah panjang antara
keduanya dapat ditelusuri hingga ribuan tahun yang lampau. Sekalipun air
merupakan kebutuhan vital manusia, bagi Belanda air bisa menjadi teman, musuh
atau bahkan inspirasi untuk tetap bisa survive
dalam kondisi tanah yang terbatas. Hingga saat ini, rakyat Belanda hidup dengan
dikelilingi berbagai resiko yang berhubungan dengan air. Pertama, perubahan
cuaca yang cepat mengakibatkan tanah Belanda semakin rentan terhadap resiko
banjir.
Kedua,
seiring dengan adanya pemanasan global yang menyebabkan cairnya es di area
kutub utara dan kutub selatan, level air laut mengalami kenaikan di seluruh
penjuru dunia. Para ilmuwan Belanda memperkirakan bahwa kenaikan level air laut
akan mencapai 110 sentimeter atau 43 inci pada tahun 2100. Di sisi lain
pemerintah Belanda juga memperkirakan bahwa dalam dua dekade ini mereka akan
membutuhkan tanah yang dapat menampung 500 ribu rumah baru sebagai respon
pertumbuhan populasi penduduk.[1]
Tidak
putus asa atas situasi sulit akibat semakin terbatasnya tanah, kondisi tersebut
justru mendorong orang-orang Belanda untuk berpikir maju dan cepat untuk
mengatasi keterbatasan negara mereka. Nenek moyang Belanda sudah mencoba
mereklamasi tanah dari Laut Utara sejak 2000 tahun yang lalu.[2]
Sekalipun teknologi reklamasi tanah masih belum ada 2000 tahun yang lalu, namun
nenek moyang Belanda sudah membangun bendungan sederhana untuk menahan air agar
tidak membanjiri tanah mereka.
Pada
awal abad 16, teknologi reklamasi Belanda sudah semakin berkembang dengan
polder pertama mereka yaitu Polder Beemster. Kesuksesan Polder Beemster kemudian
dilanjutkan dengan pembangunan polder-polder lain di seluruh penjuru negeri. Saat
ini Belanda memiliki sekitar 3000 polder yang tersebar di seluruh penjuru
negeri.
Tahun
1986, Belanda mengumumkan berita mengejutkan tentang provinsi terbaru mereka,
Flevoland. Provinsi tersebut tidak dibangun dari daratan yang sudah ada di
Belanda, melainkan area yang ditumbuhkan
sendiri oleh mereka melalui proses reklamasi. Flevoland menjadi bukti bahwa
Belanda merupakan pionir yang pantas diacungi jempol. Salah satu ungkapan
terkenal menyebutkan bahwa ‘God Created the World, But the Dutch Created
the Netherlands’. Dan provinsi Flevoland yang ‘diciptakan’ Belanda tersebut
saat ini telah menampung lebih dari 400 ribu jiwa.[3]
Polder
maupun bendungan-bendungan di Belanda memang tidak bisa seratus persen
melindungi masyarakat Belanda dari air. Ada masa-masa dimana bendungan jebol
dan memaksa puluhan ribu masyarakat Belanda untuk mengungsi. Sekalipun
mengetahui bahwa polder dan bendungan memiliki resiko jebol sebagaimana yang
terjadi pada tahun 1993 dan 1995, satu hal yang harus dikagumi dari jiwa pionir
Belanda adalah mereka tidak takut bereksperimen, memberikan solusi-solusi baru
agar masyarakat mereka bisa survive
di tengah-tengah kepungan air. Hal tersebut terbukti ketika Belanda lagi-lagi menjadi pionir dengan menciptakan
solusi berupa rumah amphibi yang dibangun dengan konsep mengapung.
Inovasi baru berupa rumah
mengapung ini menunjukkan bahwa ketika perjuangan Belanda melawan air dengan
polder dan bendungan tidak lagi cukup, kenapa tidak memberikan alternatif yang
lebih masuk akal, yaitu dengan hidup bersama air itu sendiri. Rumah amphibi ini
dibagun dengan fondasi kubus yang berlubang, sehingga rumah yang dibangun di
atasnya memiliki kemampuan untuk mengapung. Dengan konsep seperti ini,
masyarakat Belanda dapat hidup di dekat air tanpa harus khawatir terkena
banjir.
Sumber: