Untuk memudahkan dalam memahami regionalisme dapat dibagi menjadi lima kategori yang berbeda
Pertama, regionalisasi
merupakan pertumbuhan integrasi sosial dalam sebuah wilayah tertentu dan
biasanya merupakan sebuah proses sosial yang tidak langsung serta interaksi
politik. Regionalisasi dapat pula berupa peningkatan aliran penduduk,
pembangunan saluran berganda dan jaringan sosial kompleks berdasarkan ide-ide,
sikap politik, penyebaran cara berpikir dari satu area ke area lain, dan kreasi
wilayah sosial sipil transnasional.
Yang perlu
ditekankan adalah regionalisasi bukan berdasarkan kebijakan negara yang dilakukan
secara sadar. Pola dari regionalisasi juga tidak perlu bertepatan dengan
batas-batas negara, juga tidak mengisyaratkan adanya pengaruh khusus dalam
hubungan antara negara dan wilayah itu sendiri.
Kedua, kesadaran
akan regional dan identitas regional merupakan pembawaan yang tidak tepat dan
istilah yang kabur. Istilah Region itu sendiri sebenarnya hanya imajinasi dari
komunitas yang disandarkan kepada peta
dalam pikiran, yang membatasi pada suatu ciri-ciri tertentu sementara
mengabaikan yang lainnya.
Ketiga,
ko-operasi antara negara bagian atau antar pemerintahan melalui negosiasi dan
perjanjian merupakan aktivitas dari para regionalis.
Keempat, negara menaikkan
integrasi regional. Integrasi regional terdiri dari keputus-an kebijakan
spesifik dari pemerintah, yang dibuat untuk mengurangi atau menghilangkan
penghalang dalam pertukaran barang,
jasa, modal dan penduduk.
Kelima adalah
kepaduan regional, yaitu merupakan perpaduan dari empat proses di-atas, yang
membawa pada munculnya kesatuan penggabungan unit regional.
Dalam dunia
politik, terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan mengenai regionalisme.
Teori berikut ini berusaha melepaskan diri dari bayangan teori European Community.
- Teori sistemik menggarisbawahi pentingnya batas politik dan struktur ekonomi antara skema-skema para regionalis serta pengaruh tekanan kerja dari luar, dalam lingkup wilayah. Terdapat dua perangkat signifikan dari teori sistemik.
Pertama adalah teori
neo-realis menekankan pada paksaan sistem internasional anarki serta
penting-nya kompetisi kekuatan politik.
Kedua, teori
interdependensi struktural dan globalisasi menekankan pada perubahan karakter
dari sistem internasional dan pengaruh dari perubahan ekonomi serta tekno-logi.
- Regionalisme dan salingketergantungan melihat hubungan antara regionalisme dan salingketergantungan regional.
Pertama, neo-functionalism
melihat bahwa level salingketergantungan yang tinggi akan berkumpul dalam
proses ko-operasi terus-menerus, yang pada akhirnya akan menuju pada integrasi
politik.
Kedua, neo-liberal
institutionalism merupakan pendekatan yang paling berpengaruh dalam
pembelajaran ko-operasi internasional. Institusionalisme meningkatkan level
ketergantungan, yang pada akhirnya menciptakan peningkatan permintaan untuk
ko-operasi internasional. Neo-liberal institusionalisme juga sangat statis,
terfokus pada langkah yang diambil negara berdasarkan egois rasional, yang
dapat membawa negara menuju ko-operasi. Institusi-institusi juga sangat penting
karena keuntungan-keun-tungan yang mereka sediakan, juga pengaruh mereka dalam
kalkulasi para pemain dan langkah yang didefinisikan negara demi kepentingan
mereka.
Ketiga, constructivism
terfokus pada kesadaran regional dan identitas regional dalam pembagian guna
dari barang-barang pribadi kepada komunitas regional khusus.
- Teori level domestik terfokus kepada peran pembagian atribut domestik atau karakter-istik-karakteristik. Teori ini mendefinisikan region yang selalu menyoroti kesamaan-kesamaan penting dari etnik, ras, bahasa, agama, budaya, latar belakang sejarah dan kesadaran akan kesamaan warisan budaya. Terdapat tiga jalan untuk menghubungkan faktor domestik dengan regionalisme masa kini.
Pertama adalah
pertalian antara regionalisme dengan negara. Regionalisme seringkali dilihat
sebagai alternative negara atau dapat juga diartikan melewati negara bangsa.
Kedua adalah
tipe rezim dan demokratisasi
Ketiga adalah
teori pemusatan, yang memahami dinamika ko-operasi regional dan integrasi
ekonomi regional dalam istilah memusatkan pilihan kebijakan domestik antara
negara-negara regional.
Jadi, ketiga
level analisis tersebut dapat membantu menjelaskan regionalisme dari sudut
pandang yang berbeda-beda. Masing-masing dari teori-teori tersebut dapat
melengkapi satu sama lain dalam rangka memahami apa sesungguhnya regionalisme
itu.
Akan tetapi
masih terdapat ganjalan dari pembagian diatas. Dengan hanya terfokus kepada
satu level analisis saja, masih belum terlalu jelas apakah regionalisme dapat
benar-benar dipahami. Selain itu, seperti argument Andrew Moravscik asumsi
mengenai level analisis yang lain sering disusupkan dengan diam-diam untuk
kemudian dimodifikasi agar dapat menjelaskan anomali-anomali yang muncul dalam
teori.
Saya sendiri
cenderung memahami regionalisme sebagai usaha untuk mengatasi krisis ekonomi
pasca perang dingin serta sebagai antisipasi atas meluasnya globalisasi dan
perda-gangan bebas, terutama bagi negara-negara berkembang. Saat ini bentuk
dari kerjasama regionalisme itu sendiri tidak lagi terbatas pada kedekatan
geografis akan tetapi lebih condong kepada kesamaan kepentingan antar
anggotanya sendiri. Oleh karena itu, saya lebih condong kepada teori yang
terfokus kepada regionalisme dan salingketergantungan.
Sources:
Hurrel, Andrew. The Regional
Dimension in IR Theory, eds. Farrel, Marry. 2005. Global Politics of
Regionalism: Theory and Practise. London Pluto Press.
Hurrel, Andrew. Regionalism in
Theoretical Perspective, eds. Fawcett, Louise, and Andrew Hurrel. 2002. Regionalism
in World Politics. Oxford University Press.