Kekuasaan, Perimbangan Kekuasaan dan Stabilitas Hegemonik

Label: , , , , ,
Menurut Morgenthou, kekuasaan merupakan suatu bentuk kapabilitas politik luar negeri elit politik yang digunakan untuk menguasai dan mendominasi pemikiran dan tindakan elit yang lain. Dimensi kekuasaan sendiri terdiri dari beberapa macam, yaitu: Pertama, kekuasaan tidak lagi dilihat sebagai monolitis dan unidimensional tapi lebih condong kepada multidimensional. Hal ini memungkinkan kekuasaan meningkat dalam satu dimensi dan menurun pada dimensi yang lainnya. Kedua, jangkauan kekuasaan dapat diartikan bahwa perilaku seorang aktor dapat mempengaruhi aktor yang lainnya. Hal ini menyebabkan kekuatan aktor berubah-ubah dari satu isu ke isu yang lainnya. Ketiga, domain kekuasaan aktor bisa mempengaruhi sebuah region dengan kuat sementara dalam bagian lain di dunia aktor tersebut tidak memiliki pengaruh sama sekali. Keempat, bobot kekuatan aktor dapat diartikan sebagai kemungkinan atau probabilitas seorang aktor dalam mempengaruhi aktor yang lainnya. Kelima, harga yang harus dibayar terhadap aktor A dan aktor B relevan dengan taksiran pengaruh masing-masing aktor tersebut. Keenam adalah cara-cara yang digunakan mempengaruhi dan berbagai jalan lain yang dikategorikan sejenis. Dalam hubungan internasional, terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk mempengaruhi aktor lain yaitu secara simbolis, ekonomi, militer dan diplomasi.

Perimbangan Kekuasaan
Perimbangan kekuasaan merupakan sebuah konsep yang ambigu dan memiliki sejumlah interpretasi yang berbeda. Martin Wight mengartikan konsep ini menjadi sembilan .
1. Sebuah pembagian yang sama dari distribusi kekuasaan
2. Merupakan prinsip bahwa kekuasaan harus selalu didistribusikan secara merata
3. Keberadaan distribusi kekuasaan
4. Prinsip adanya penaikan kekuasaan secara merata
5. Prinsip bahwa salah satu pihak harus memiliki margin kekuatan dengan tujuan untuk mencegah bahaya kekuasaan yang didistribusikan tidak merata
6. Merupakan sebuah peran istimewa untuk menjaga pembagian kekuasaan secara merata
7. Keuntungan istimewa yang muncul dari distribusi kekuasaan
8. Keunggulan
9. Tendensi yang melekat dalam politik internasional untuk memproduksi distribusi kekuasaan secara merata.

Menurut Hedley Bull, perimbangan kekuasaan memiliki tiga fungsi positif di dalam sistem negara modern .
1. Mencegah suatu sistem dirubah menjadi bentuk kerajaan universal dunia.
2. Perimbangan kekuasaan lokal dapat melindungi kemerdekaan suatu negara dalam area-area tertentu dari masuknya kekuatan yang lebih besar.
3. Membuktikan kondisi dimana institusi-istitusi lain, dimana tatanan internasional dibutuhkan, dapat dikembangkan.

Morgenthou menemukan bahwa konsep perimbangan kekuasaan tidak sempurna dalam beberapa hal. Morgenthou menyebutkan bahwa konsep ini 1) tidak jelas karena tidak memiliki takaran, evaluasi dan perbandingan keberadaan kekuasaan yang dapat dipercaya. 2) tidak nyata karena para negarawan mencoba untuk mengkompensasikan ketidakjelasan konsep tersebut dengan membidik superioritas. 3) tidak mencukupi dalam menjelaskan pembatasan nasional pada tahun 1648 sampai 1914.

Teori Stabilitas Hegemoni
Menurut Gilpin, dunia politik saat ini masih dikarakteristikkan dengan pemisahan entitas politik seperti kekuasaan, prestise dan kesejahteraan dalam kondisi anarki global. Perhatian Gilpin terfokus pada aktor dominan dalam sistem yang ada. Aktor atau dalam hal ini negara yang dominan memiliki kemampan untuk mempertahankan stabilitas dan kepemimpinan berdasarkan dominasi di bidang okonomi dan militer.

Dalam teori ini terdapat satu kekurangan yaitu ketidakjelasan dalam konsep hegemon itu sendiri. Dalam pembentukan sistem internasional modern, Gilpin hanya menyebutkan dua aktor sebagai pemimpin hegemoni dunia yaitu Inggris (1815–1939) dan Amerika Serikat (1939 hingga saat ini). Gilpin tidak memberikan secara jelas definisi dari hegemon dalam ranah politik, ekonomi maupun militer sehingga konsep itu sendi masih harus dipertanyakan.

Menurut penulis, dalam hubungan internasional adanya keseimbangan kekuasaan sangat penting untuk menjaga stabilitas dunia. Akan tetapi, sistem perimbangan kekuasaan itu sendiri tidak akan efektif apabila para aktor yang menjalankan negara tidak bersikap secara rasional dalam usaha melindungi eksistensi dan kepentingan negaranya. Contohnya adalah masa perang dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet dimana kedua negara tersebut berlomba-lomba mengembangkan senjata nuklir sebagai pemusnah masal untuk mengancam satu sama lain. Winston Churcill menyebutkan bahwa perim-bangan kekuasaan pada masa perang dingin berubah menjadi perimbangan teror (balance of terror).

Perimbangan teror menjadi contoh bahwa pemimpin suatu negara harus berhati-hati dalam menjalankan politik luar negerinya dan tidak boleh hanya mengandalkan asumsi bahwa aktor lain dalam hubungan internasional akan melakukan suatu tindakan yang merugikan negaranya seperti yang terjadi antara Amerika dan Soviet. Oleh karena itu, rasionalitas dan kehati-hatian dalam bertindak merupakan perilaku yang harus ada dalam diri para pemimpin bangsa.

Sumber:
Kohout, Franz. 2003. Cyclical, Hegemonic and Pluralistic Theories of International Relations: Some Comparative Reflections on War Causation, International Political Science Review, Vol. 24, No.1 pp 51-66.
Dougherty, J.E. & Pfaltzgraff, R.L. 1971. Theoritical Approaches to International Relations, Contending Theories of International Relations, 30-38.
Baldwin, D.A. 2002. Power and International Relations, Handbook of International Relations, 177-189.
Couloumbis, Theodore A. dan James H. Wolfe. 1986. Introduction to IR: Power and Justice. USA: Prentice-Hall Inc.
Evans, Graham and Jeffrey Newnham. 1998. The Penguin Dictionary of International Relation. England: Penguin Group.
Plano, Jack C. and Roy Olton. 1982. The International Relation Dictionary. England: Cho Press Ltd

0 komentar:

Post a Comment