Pemerintahan serta Konflik Sumber Daya Alam di Afrika

Label:
Hubungan antara negara, penduduk lokal, serta manajemen sumber daya alam di Afrika memiliki dinamika tersendiri yang dapat dipilah-pilah menjadi beberapa fase. Fase pertama berlangsung dalam periode antara masa-masa kemerdekaan hingga tahun 1970-an. Pada masa ini, euphoria pasca merdeka dari penjajahan menyebabkan penduduk Afrika tidak mempertanyakan manajemen SDA kepada pemimpin baru mereka. Hal ini juga turut disebabkan masih berakarnya kepercayaan tradisional Afrika bahwa sebagai pengikut, mereka harus memiliki respek dan rasa percaya terhadap mereka yang memegang posisi pemimpin. Karenanya, hampir tidak ada tuntutan yang diberikan kepada para pemimpin mengenai bagaimana cara mengatur manajemen SDA. Ketika masyarakat mulai mengkritisi menajemen pemerintah terhadap SDA implikasinya justru mengarah terhadap terbentuknya negara-negara diktator militaris atau dominasi partai tunggal autokrat yang berusaha membungkam kritik-kritik dari masyarakat

Fase kedua berlangsung antara tahun 1980 hingga 1990-an. Masyarakat mulai mempertanyakan manajemen politik terhadap isu-isu negara pada umumnya. Dalam beberapa kasus negara, kritik-kritik tersebut juga menyebabkan adanya penolakan campur tangan militer dalam politik pemerintahan. Pada saat yang sama, muncul gerakan-gerakan yang berusaha membuat pihak elit pemerintah bertanggung jawab terhadap kesalahan manajemen SDA negara. Contohnya adalah ketika mantan Letnan Penerbangan Jerry Rawlings menggulingkan kekuasaan Fred Akuffo di Ghana pada tahun 1978.

Pada fase ketiga yaitu pasca 1990, istilah good governance mulai muncul dan menjadi isu yang hangat di Afrika. Sebagai implikasinya, muncul tatanan politik baru yang memungkinkan adanya partisipasi yang lebih besar dari masyarakat dalam proses pemerintahan itu sendiri. Terbukanya kesempatan berpartisipasi mendorong kemunculan kelompok-kelompok yang mempertanyakan manajemen dan kontrol SDA, yang kemudian menyebabkan bberapa negara Afrika memanggil pihak-pihak yang bertanggung jawab sebelumnya untuk menjelaskan mengenai mismanajemensi tersebut.

Pada akhir tahun 1990, konflik SDA membagi negara-negara Afrika menjadi tiga kelompok besar yang terdiri dari: a/ negara-negara yang hancur sepenuhnya seperti Liberia dan DRC; b/ negara yang mengalami ‘luka’ karena konflik tersebut seperti Sudan; dan c/ negara-negara stabil yang mana konflik SDA tersebut hanya terjadi antar etnis tertentu saja dengan ancaman minimal bagi pemerintah.
Dalam isu SDA ini, peran konstitusi nasional sebenarnya sangatlah penting. Konstitusi bisa menjadi salah satu penyebab konflik SDA ini apabila proses pembuatan konstitusi tersebut tidak terlalu merepresentasikan semua pihak. Contohnya, di Zimbabwe konstitusi dianggap manipulatif dan hanya menguntungkan pihak-pihak pemegang kekuasaan saja. Sementara itu di Sudan, konstitusi nasional hanya diakui oleh satu seksi negara saja.

Salah satu budaya politik yang sangat kental di Afrika adalah sifat para elit politiknya yang cenderung tamak dan hanya ingin memperkaya diri sendiri saja. Hal tersebut didukung kenyataan bahwa kontrol SDA berada sepenuhnya di tangan pemerintah saja. Kenyataan tersebut membuat masyarakat Afrika sadar bahwa satu-satunya jalan untuk mendapatkan keuntungan dari SDA adalah dengan cara-cara ilegal seperti penambangan minyak secara ilegal, dsb.

0 komentar:

Post a Comment