Pola Perubahan Kebijakan Luar Negeri

Label: , , , , ,
Pada masa perang dingin, analisis politik luar negeri cenderung memiliki tendensi untuk bersifat stabil dan berkelanjutan, sementara pendekatan-pendekatan sporadis yang dilakukan hanya memberikan sedikit atau bahkan tidak sama sekali kontribusi bagi perubahan. Tren tersebut saat ini mulai mengalami perubahan yang diakibatkan oleh terjadinya perubahan sistemik dalam politik internasional. Pada saat yang sama, paradigma dalam disiplin ilmu hubungan internasional sendiri mulai mengalami pergeseran, yang kemudian turut berkontribusi dalam masalah perubahan politik luar negeri (Blauvakos dan Bourantonis, 2010). Selanjutnya, untuk memahami dinamika perubahan politik luar negeri penulis akan merujuk kepada pemikiran Hermann (1990), Holsti (1982) serta serta Goldmann (1988).
Hermann menjelaskan bahwa politik luar negeri dapat dilihat sebagai subjek, setidaknya dalam empat level perubahan (Hermann, 1990). Level pertama yaitu adjustment change melihat bahwa perubahan-perubahan muncul dalam level usaha, baik lebih kecil maupun lebih besar, atau dalam lingkup para penerima. Dalam level ini turut dibahas mengenai apa yang telah dilakukan, bagaimana cara melakukannya, serta tujuan-tujuan dibalik ketiadaan perubahan setelah perubahan diaplikasikan. Level kedua merupakan program changes dimana perubahan itu sendiri dibuat melalui metode-metode yang ditujukan bagi permasalahan itu sendiri. Perbedaan utama antara adjustment changes dengan program changes terletak pada kecenderungan adjustment change untuk menjadi kuantitatif sementara program changes lebih kualitatif dan melibatkan penggunaan instrumen-instrumen baru dari negara. Level ketiga yaitu problem/goal changes menekankan pada permasalahan utama dimana kebijakan yang dipermasalahkan digantikan oleh kebijakan lain atau malah dihilangkan begitu saja. Dalam level ini, tujuan-tujuannya sendiri juga digantikan dengan yang lain. Level keempat adalah international orientation changes yang merupakan bentuk paling ekstrim dari perubahan politik luar negeri. Level ini melibatkan redireksi dari keseluruhan orientasi para aktornya terhadap isu-isu perpolitikan dunia. Di lain pihak, untuk mempersempit bentuk perubahan, aktor yang bersangkutan melakukan pendekatan hanya kepada satu isu atau satu set aktor spesifik lainnya. Perubahan yang terjadi sendiri melibatkan peran dan aktivitas para aktor dalam lingkungan internasional. Oleh karena itu, kebijakan yang mengalami perubahan biasanya tidak hanya satu saja akan tetapi justru lebih banyak atau perubahannya malah cenderung kurang simultan. Contoh dari level yang terakhir ini dapat dilihat dari perubahan shift isu internasional pada tahun 2008 dari masalah perang melawan terorisme AS menjadi isu-isu ekonomi setelah terjadinya krisis finansial global. Peristiwa tersebut merubah hubungan maupun peranan negara-negara dalam lingkungan internasional.
Hermann juga menjelaskan bahwa redireksi utama politik luar negeri dapat didefinisikan melalui tiga bentuk perubahan yaitu: perubahan cara, tujuan akhir atau permasalahan, serta orientasi secara keseluruhan. Dalam perubahan cara sendiri terdapat ekspektasi akan penemuan perubahan dalam konfigurasi instrumen baik dalam level komitmen maupun derajat efek yang diekspresikan. Perubahan cara diiringi dengan statement kebijakan dan aksi kebijakan yang tidak kompatibel dengan tujuan sebelumnya, maka kemungkinan akan terjadi penolakan terbuka terhadap tujuan sebelumnya tersebut atau malah terjadi perubahan dalam permasalahan utamanya sendiri. Reorientasi internasional di lain pihak berkaitan dengan perubahan-perubahan dramatis dalam berbagai area permasalahan yang dapat merubah hubungan aktor dengan entitas-entitas eksternal. Dalam hal ini, reorientasi dapat juga dilihat sebagai peralihan aliansi dengan negara lain atau terjadi perubahan besar-besaran dalam pemegang peranan utama aliansi tersebut.
Berbeda dengan Hermann, Holsti cenderung menganalisis perubahan kebijakan luar negeri melalui faktor-faktor eksternalnya. Dalam hal ini, Holsti menawarkan empat argumen yang dapat menjelaskan perubahan itu sendiri. Pertama, Holsti menjelaskan mengenai ketiadaan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi politik luar negeri akibat adanya isolasi. Efek dari isolasi ini dapat dilihat secara positif dimana negara dapat menjalankan politik luar negerinya tanpa ada intervensi maupun gangguan dari negara lain. Namun di sisi lain, isolasi sangat membatasi ruang gerak suatu negara serta mempersempit kemungkinan negara untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan tertentu. Kedua adalah self-reliance atau kemandirian suatu negara yang berada satu level lebih tinggi dibandingkan dengan isolasi. Negara diharapkan memiliki hubungan dengan negara-negara lain, namun masih dalam level yang sangat terbatas. Ketiga, negara mengalami ketergantungan yang sangat tinggi terhadap negara-negara lain. Hal ini menyebabkan perpolitikan negara terkait hanya berputar dalam isu-isu dan hubungan luar negeri saja sehingga cenderung melupakan pentingnya politik domestik. Keempat, diversifikasi non-aliansi yaitu kondisi dimana faktor-faktor eksternal dapat mempengaruhi interaksi antar negara.
Selanjutnya, untuk perubahan politik luar negeri yang dipengaruhi oleh sistem internasional, penulis akan menggunakan argumen dari Goldmann (1988). Dimensi pertama yang mempengaruhi perubahan politik luar negeri dilihat dari derajat institusionalisasi suatu negara. Dalam hal ini dijelaskan mengenai seberapa besar sistem politik suatu negara dapat berpengaruh terhadap kebijakan luar negeri. Dimensi yang kedua merupakan derajat dukungan atau perlawanan dari politik domestik terhadap politik luar negeri suatu negara. Dimensi yang ketiga berkaitan dengan derajat aliansi dalam isu-isu signifikan yang berkaitan dengan perebutan kekuasaan domestik. Ketiga dimensi tersebut mewarnai dinamika politik luar negeri suatu negara dan dapat mempengaruhi terjadinya perubahan-perubahan dalam politik luar negeri itu sendiri. Contohnya, ketika Australia ingin meningkatkan perannya di Asia Pasifik dengan berperan sebagai peacekeeper Timor Leste, maka terjadi usaha baik dari segi individu yang memerankan atau mengejar posisi pemimpin maupun dari kelompok-kelompok politik di Australia sendiri.

Kesimpulan:
Dari penjabaran diatas, politik luar negeri pada dasarnya merupakan aksi yang dilakukan negara tertentu terhadap negara lainnya dimana aksi tersebut didasari oleh tujuan-tujuan atau kepentingan-kepentingan tertentu. Dan karena kepentingan negara sendiri selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu, maka kebijakan luar negeri tidak bersifat statis. Bahkan, perubahan dalam politik luar negeri dapat menjadi tolak ukur kualitas pembuat kebijakan sebagai pemerintah suatu negara. Selain itu, Hermann, Holsti dan Goldmann hanyalah tiga dari sekian penulis yang dapat menjelaskan mengenai perubahan-perubahan tersebut dari sudut pandang maupun argumen yang berbeda-beda. Akan tetapi kesamaan dari ketiganya adalah bahwa perubahan politik luar negeri dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, baik eksternal maupun internal, dimana di dalamnya masih banyak lagi level perubahan yang lebih sempit namun turut mempengaruhi perubahan itu sendiri.


Referensi:
Blavoukos, Spyros dan Dimitris Bourantonis. 2010. Accounting for foreign policy change: the role of policy entrepreneurs. Paper prepared for the SGIR 7th Pan-European Conference on IR Stockholm.
Couloumbis, Theodore A. dan James H. Wolfe. 1986. Introduction to IR: Power and Justice. USA: Prentice-Hall Inc.
Hermann, Charles F. 1990. Changing Course: When Government Choose to Redirect Foreign Policy. International Studies Quarterly, Vol. 34 no. 1.
Plano, Jack C. and Roy Olton. 1982. The International Relation Dictionary. England: Cho Press Ltd.

0 komentar:

Post a Comment