Iran: Sang Adikuasa Baru?

Label: , , , , ,

Revolusi Islam Iran yang digerakkan oleh kaum Syi’ah, yaitu revolusi yang merubah Iran dari bentuk monarki menjadi Republik Islam, menginspirasi munculnya gerakan-gerakan Islam fundamentalis atau radi-kal di negara-negara Timur Tengah lainnya. Gerakan-gerakan fundamentalis yang bermunculan di negara-negara Timur Tengah seperti Arab Saudi dan Afghanistan tersebut mendapatkan dukungan dari pemerintah Republik Islam Iran sebagai suatu bentuk solidaritas antar sesama kaum Syi’ah. Artikel ini akan menjelaskan mengenai pengaruh Revolusi Islam Iran dan keterlibatan Iran sendiri di beberapa negara yang memiliki masalah dengan minoritas, khususnya minoritas Syi’ah.

Arab Saudi
Di Arab Saudi, kelompok Syi’ah merupakan kelompok minoritas yang selalu dianaktirikan oleh pemerintah Arab sementara kelompok Sunni selalu dinomorsatukan dalam berbagai bidang. Contohnya saja di bidang pekerjaan. Untuk pekerjaan yang sama, kaum Sunni mendapatkan gaji yang lebih besar dibanding-kan dengan kaum Syi’ah. Hal ini tentu saja memunculkan ketidakpuasan dari kelompok-kelompok Syi’ah di Arab. Ketidakpuasan tersebut memunculkan gerakan-gerakan anti-monarki diantara kaum Syi’ah, yang terinspirasi dari Revolusi Islam Iran. Gerakan tersebut bahkan mendapatkan dukungan dari pihak Iran sendiri.
Pemerintah Arab Saudi di lain pihak jauh lebih condong kepada Irak sehingga harus bekerja keras menanggulangi berbagai gerakan anti-monarki kaum Syi’ah. Dalam melakukan peredaman, pemerintah Arab tidak segan-segan menggunakan berbagai cara, termasuk berbagai pelanggaran hak asasi manusia kepada kaum Syi’ah.

Afghanistan

Di Afghanistan, Iran memiliki peranan kunci dalam perang saudara yang telah berlangsung satu dasawarsa pada Desember 1989. Pertama, Iran merupakan negara yang menampung pengungsi Afghanistan terbesar kedua setelah Pakistan. Kedua, kaum Syi’ah Afghanistan yang jumlahnya hanya 20% dari total penduduk Afghanistan mendapatkan dukungan dari kelompok gerilyawan Mujahidin Syi’ah di Iran. Hal ini memberikan kaum Syi’ah Afghanistan posisi strategis yang tidak dapat dibaikan begitu saja. Ketiga, penola-kan Iran terhadap perjanjian Jenewa menyebabkan Mujahidin Syi’ah menolak Pemerintahan Sementara Afghanistan (AIG) sehingga memperlemah posisi AIG tersebut terhadap rezim Najibullah di bawah dukungan Soviet.
Dukungan yang diberikan Iran kepada Mujahidin Syi’ah Afghanistan ini juga sekaligus untuk mengimbangi bantuan yang diberikan AS dan Arab Saudi kepada kelompok Mujahidin Sunni dan Wahabi. Ketika Iran melakukan normalisasi hubungan Soviet, yang kemudian diikuti dengan normalisasi hubungan Iran dengan blok Barat termasuk As, Iran mencoba melakukan manuver-manuver baru. Iran menunjukkan adanya tekanan kepada Muahidin Syi’ah untuk berkoalisi dengan rezim Najibullah, yang semakin mempersulit posisi AIG. Akan tetapi melalui konferensi tentang Afghanistan yang diselenggarakan IPIS di Teheran, manuver Iran mulai menunjukkan hasil dengan kesediaan pemuka Mujahidin Sunni menerima tuntutan Mujahidin Syi’ah yang pro-Iran.
Dampak Pergolakan Azerbaijan bagi Hubungan Iran-Soviet
Pada tahun 1989, Azerbaijan merupakan negara bagian Uni Soviet yang sedang mengalami pergo-lakan nasionalistis. Hal ini berkaitan dengan keinginan kaum Azeri Soviet untuk bersatu dengan kaum Azeri di Provinsi Azerbaijan Iran dan juga konflik yang memperebutkan Nagorno Karabakh antara Azerbaijan dengan Armenia. Masalah yang pertama khususnya memiliki pengaruh yang cukup besar bagi hubungan internasional Soviet dengan Iran.
Pasca revolusi Islam Iran, Kaum Azeri yang turut berpartisispasi dalam revolusi tersebut tidak mendapatkan perubahan nasib yang berarti. Keinginan kaum Azeri untuk mendapatkan otonomi yang lebih besar atas dua provinsi Azerbaijan di timur dan barat ditolak oleh pemerintahan kaum mullah karena khawatir akan munculnya tuntutan-tuntutan serupa dari kaum minoritas lain sekaligus untuk menjaga sumber-sumber minyak yang berada di Tabriz.
Kaum mullah kemudian melakukan kombinasi kebijakan represif dan persuasif untuk mengatasi keresahan kaum Azeri. Pertama adalah dengan mempersenjatai para tuan tanah Azerbaijan yang sedang berkonflik dengan para petani, yang diharapkan dapat memulihkan ketertiban. Kedua adalah dengan melakukan rehabilitasi pasca revolusi di daerah-daerah pedesaan. Kedua kebijakan tersebut pada akhirnya dapat mengatasi permasalahan minoritas dan membungkam pihak-pihak oposisi.
Tahun 1989 Khomeini meninggal dan digantikan Khamenei. Kemudian, Ali Akbar Hashemi Rafsan-jani yang menjadi pembicara Majelis dari tahun 1980 hingga 1989 memenangkan pemilihan presiden dan memimpin Iran bersama Khamenai. Pemerintahan Rafsanjani yang lebih memusatkan perhatian kepada masalah perbaikan infrastruktur sosial-ekonomi dalam negeri berusaha melakukan normalisasi hubungan dengan Soviet terutama karena adanya kebutuhan modal dan teknologi. Soviet menjadi pilihan utama bagi Rafsanjani karena Iran masih belum bisa melakukan normalisasi hubungan dengan blok Barat termasuk AS dan Inggris.
Hubungan antara Iran dan Soviet sempat mengalami masa-masa kritis ketika rakyat Azerbaijan Soviet melakukan pemberontakan sementara Kremlin berusaha mengatasi pemberontakan tersebut dengan cara-cara yang represif. Gorbachev menuduh bahwa terdapat elemen Muslim fundamentalis di bawah pemberontakan tersebut. Media-media Soviet menuduh Iran sebagai pemasok senjata bagi para pembe-rontak. Di lain pihak para pemimpin Iran termasuk Khamenai dan Rafsanjani melakukan kecaman untuk berabagai tindkan Soviet dalam menghadapi pemberontakan tersebut. Akan tetapi tuduhan Soviet hanya semata-mata tuduhan yang tidak terbukti. Iran yang membutuhkan pasokan dana dan teknologi dari Soviet dan akan berhati-hati untuk tidak melakukan apapun yang akan mengganggu hubungan tersebut. Selain itu, pemberontakan yang dilakukan oleh rakyat Azerbaijan dikhawatirkan dapat mendorong semangat separatis-me kaum Azeri yang ada di Iran.

Indonesia
Di Indonesia, revolusi Iran pada tahun 1979 menumbuhkan kewaspadaan tersendiri. Kedubes Iran mendapat mendapatkan teguran dari pemerintah Indonesia karena memutar film-film tentang revolusi Iran dan menerbitkan majalah yang dianggap terlalu provokatif. Pada tahun 1980-an MUI bahkan sempat mengeluarkan fatwa yang mengimbau umat Islam agar mewaspadai ajaran-ajaran Syi’ah. Hubungan Indonesia-Iran yang tidak terlalu baik itu bahkan turut mempengaruhi hubungan ekonomi antara kedua negara, dimana neraca perdagangan nilainya nol.
Perbaikan hubungan politik antara Indonesia-Iran diawali dengan ditandatanganinya MoU pada tahun 1984. Hubungan ekonomi sendiri baru mengalami kemajuan setelah perang antara Iran dan Irak berakhir pada tahun 1988. Tahun-tahun berikutnya Indonesia semakin menyadari potensi pasar Iran yang sangat besar terutama untuk produk-produk non-migas.

Dari penjabaran di atas, tidak dapat dipungkiri bahwa Iran dan Revolusi Islam-nya memiliki pengaruh yang kuat di beberapa negara. Akan tetapi apakah pengaruh maupun berbagai keterlibatan Iran dengan negara-negara lain tersebut dapat menjadikan Iran sebagai ’adikuasa baru’ sebagaimana judul artikel ini? Henry Kissinger, mantan menlu AS pernah menyebutkan bahwa Revolusi Islam Iran pada tahun 1979 adalah gempa bumi yang tidak hanya menguncang Timur Tengah akan tetapi juga seluruh dunia. Pasca blok Timur tumbang, pengaruh Republik Islam Iran terhadap perkembangan di dunia bahkan semakin kentara. Hal ini dibuktikan dengan hadirnya Presiden Ahmadinejad dalam Konferensi Tingkat Tinggi Dewan Kerjasama Teluk Persia (PGCC) di Qatar yang mempertegas tali persahabatan Iran dengan negara-negara tetangganya di kawasan Teluk Persia. Bukti lain dapat dilihat dari ajakan AS kepada Iran untuk melakukan perundingan berkaitan dengan krisis Irak. Hal ini menunjukkan bahwa Iran kini merupakan kekuatan regional yang patut diperhitungkan dan kekuatan tak bisa diabaikan begitu saja dalam unipolarisme AS.

Sumber:

Sihbudi, Riza. 1993. Iran, Sang Adikuasa Baru. Dalam buku “Bara Timur Tengah”. Bandung: Mizan.
Hooglund, Eric. "Iran." Microsoft® Student 2008 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2007.
Suny, Ronald Grigor. "Azerbaijan." Microsoft® Student 2008 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2007.

0 komentar:

Post a Comment