Rezim-Rezim Internasional

Label:
Keohane dan Nye (1977) menghubungkan konsep keadaan saling bergantung dengan rezim. Rezim merupakan sebuah kerangka kerja, pengharapan, dan preskripsi antara aktor-aktor dalam hubungan internasional. Sebuah rezim beroperasi dalam area permasalahan yang jelas dan pola tingkah laku yang diatur melalui keanggotaan selayaknya dalam organisasi yang memiliki tujuan tersendiri.

Rezim-rezim internasional sendiri didefinisikan sebagai prinsip-prinsip, norma-norma, aturan-aturan dan prosedur-prosedur dalam pembuatan keputusan yang berkisar antara harapan para pelakunya yang berkumpul dalam sebuah area permasalahan yang diberikan.

Konsep dari rezim itu sendiri sampai saat ini masih dipermasalahkan. Ada tiga orientasi dasar yang dapat digunakan untuk menjelaskan apakah rezim layak untuk dibahas atau tidak. Yang pertama adalah pandangan struktural konvensional, yang menganggap konsep rezim adalah sesuatu yang tidak berguna. Susan Strange meng-anggap rezim sebagai sesuatu yang jahat dan merusak karena mengaburkan kepentingan dan hubungan kekuatan sebagai suatu perkiraan, bukannya sebagai suatu penghabisan.

Yang kedua adalah pandangan struktural yang dimodifikasi, yang menganggap bahwa rezim adalah sesuatu yang layak dipersoalkan dan memiliki pengaruh yang signifikan, namun dalam suatu kondisi yang hampir terbatas.

Yang terakhir merupakan pandangan yang sama sekali berbeda dengan dua pandangan sebelumnya. Grotian melihat rezim sebagai sesuatu yang merembes, atribut melekat dari berbagai kompleks, pola tetap dari tingkah laku manusia. Hopkins dan Puchala melihat bahwa rezim-rezim ada dalam semua area hubungan internasional. Contohnya adalah kasus persaingan Amerika dan Uni Soviet sebagai dua kekuatan terbesar di dunia pasca perang dunia kedua.

Sementara itu, prinsip-prinsip dan norma-norma memberikan karakteristik dasar untuk mendefinisikan sebuah rezim. Perubahan dalam prinsip dan norma akan merubah definisi dari rezim itu sendiri. Apabila sebuah prinsip atau norma ditinggalkan, hanya ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Perubahan tersebut bisa membuat terbentuknya suatu rezim baru atau malah rezim yang telah ada tadi menghilang dari peredaran.

Terdapat beberapa hal yang dapat menjelaskan perkembangan dari rezim. Pertama adalah kepentingan egois diri yang berkeinginan untuk memaksimalkan fungsi kegunaan sendiri, yang mana fungsi tersebut tidak termasuk kegunaan untuk orang lain. Dalam hal ini, seorang pencari kekuasaan sejati selalu berkeinginan untuk memaksimal-kan perbedaan kekuasaan mereka dengan kekuasaan lawan mereka. Menurut Young, terdapat tiga hal yang membentuk rezim. Spontanitas membentuk rezim melalui kumpulan ekspektasi dari aksi beberapa individu. Negosiasi membentuk rezim dari perjanjian eksplisit. Pemaksaan membentuk rezim melalui paksaan eksternal terhadap para pelakunya. Dua diantara tiga hal tersebut, yaitu spontanitas dan negosiasi merupakan faktor yang mendorong terbentuknya rezim melalui kalkulasi egois.

Kedua adalah pembangunan rezim melalui kekuasaan politik. Ada dua orientasi dari kekuasaan. Pertama adalah kosmopolitan dan instrumental untuk mengamankan hasil akhir untuk sistem secara keseluruhan, kedua adalah pelaksanaan yang potensial. Kekuasaan digunakan untuk mempertinggi nilai spesifik para aktor dalam suatu sistem. Nilai-nilai tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan kekuasaan maupun mempro-mosikan ekonomi dan lain sebagainya. Dengan adanya dominasi kekuasaan, perlahan rezim akan terbentuk dan syaratnya adalah terdapat suatu distribusi kekuasaan.

Ketiga adalah prinsip-prinsip dan norma-norma, yang merupakan karakteristik dari suatu rezim. Prinsip dan norma mempengaruhi rezim dalam area permasalahan tertentu, namun tidak secara langsung berhubungan dengan area permasalahan tersebut.

Keempat adalah adat dan kebiasaan, yang melengkapi perkembangan rezim setelah kepentingan egois diri, kekuasaan politik serta prinsip dan norma.

Terakhir adalah pengetahuan, yang membantu aktor untuk membentuk suatu rezim serta membentuk suatu ideologi dalam pikirannya. Pengetahuan memiliki pengaruh dalam sistem internasional dan diterima secara luas oleh para pembuat kebijakan. Pengetahuan terutama dapat memfasilitasi perjanjian dalam pembangunan rezim internasional.

Kesimpulan, pembentukan rezim terhubung dengan pola tingkah laku para aktor dan didukung oleh berbagai variabel lainnya. Kepentingan, kekuasaan, norma, prinsip, kebiasaan dan pengetahuan semuanya memiliki bagian penting dalam pembentukan rezim.

Menurut saya sendiri, rezim merupakan suatu konsep yang selalu ada dalam hubungan internasional, namun cenderung bersifat menekan dan memaksa. Rezim bisa diartikan sebagai kekuasaan yang hanya dimonopoli oleh satu orang saja yang didukung oleh segelintir lainnya dan untuk mempertahankan kekuasaan yang sudah dimiliki digu-nakan cara yang agak sewenang-wenang atau diktator. Akan tetapi, karena rezim merupakan bagian tak-terpisahkan dari sistem internasional, maka rezim layak dipelajari untuk selanjutnya dijadikan bahan pembelajaran di masa-masa yang akan datang.


Words can hurt you; or, who said what to whom about regimes

Ernst B. Haas menganggap bahwa rezim adalah sebuah penyusunan dimana para anggotanya terlihat mengatasi dan meminimalkan konflik kepentingan antara mereka sendiri karena mereka menyadari bahwa saling ketergantungan yang kompleks membuat jalannya permainan menjadi lebih beresiko. Sementara itu pembelajaran dari rezim-rezim adalah sebuah jalan untuk memahami homo politicus dengan masa depan dan budaya.

Satu hal yang perlu digarisbawahi, istilah rezim, orde dan sistem bukanlah sinonim meskipun banyak yang mengira demikian. Rezim merupakan bagian dari sebuah sistem. Dalam sistem itu sendiri, rezim merupakan salah satu dari sekian banyak bagian-bagian lain.

Terdapat enam teori untuk menjelaskan rezim, yaitu; eco-environmentalism, eco-reformism, egalitarian, liberalism, mercantilism dan mainstream. Keenam teori tersebut dibagi lagi menjadi dua motafora dasar yaitu mekanik dan organik. Mekanik bertujuan untuk meminimalisir kekacauan dalam sistem dan mengembalikannya dalam keadaan yang seim-bang. Organik mencari keuntungan dari keadaan tidak seimbang dengan tujuan melanjutkan adaptasi ke perubahan kenyataan. Organik terfokus pada organisasi diri evolusioner.

Yang termasuk dalam metafora organik adalah eco-environmentalism, eco-reformism, egalitarian. Sementara yang tergabung dalam metafora mekanik adalah liberalism, mercan-tilism dan mainstream.

Dalam eco-evolusionism, krisis umat manusia, keadaan sulit manusia dan kelangsung-an hidup manusia merupakan keprihatinan utamanya. Krisis-krisis tersebut dilihat sebagai suatu ketidakseimbangan dalam sistem dunia. Untuk membentuk keseimbangan dalam sistem tersebut, evolusi terjadi secara bertahap dalam lingkungan ekologis. Rezim muncul pada tahap menjaga kelangsungan hidup manusia. Rezim dianggap sebagai harga yang harus dibayar dalam mempertahankan kelangsungan hidup manusia tersebut. Sekalipun begitu, rezim sebagai suatu artefak politik hanya memiliki sedikit ketertarikan dengan eco-evolusionism.

Dalam eco-reformism, rezim merupakan kepentingan langsung dari para eco-reformers. Hal ini dikarenakan kepercayaan mereka terhadap prinsip-prinsip desain dan eko-logi sosial sebagai subset penting dari prinsip-prinsip alam. Eco-reformism menerima konsep sistem dunia dan sub-sistem yang mengikutinya. Namun fokus mereka adalah penguasaan terhadap problematis.

Selain itu, eco-reformist setuju dengan eco-evolutionist dalam hal dalam hal harga yang harus dibayar untuk mendapat keuntungan dengan fokus mengumbulkan barang untuk mencapai hidup yang lebih baik. Akan tetapi tidak ada preskripsi konsensual dari rezim untuk membuat orde yang lebih baik, muncul dari para eco-reformist.

Egalitarian melihat orde dunia sebagai konsep yang lebih goyah dibandingkan dengan eco-evolutionist maupun eco-reformist. Orde dunia dinggap sebagai sesuatu yang menyerupai kapitalisme maupun imperialisme. Aktor-aktor utamanya adalah kelas-kelas, MNC atau negara dalam konfigurasi sosial khusus.

Egalitarian lebih tertarik untuk mengkritik keberadaan rezim-rezim sebagai kegagalan memproduksi hasil akhir yang seimbang daripada membuat rezim-rezim yang lebih efisien. Egalitarian menggunakan teori oleh benda-benda publik sebagai argumentasi untuk mensosialisasikan produksi atau pembentukan dunia bersama.

Dalam metafora mekanik, liberal, merkantilis dan mainstreamer sekalipun memiliki perbedaan-perbedaan tersendiri akan tetapi semuanya menerima komitmen teoritikal yang pasti. Hal ini disebabkan oleh konseptualisasi dari proses, terutama proses perubahan dalam sosial dan ekonomi, serta standar dalam menentukan harga dan keuntungan dari kolaborasi dan non-kolaborasi.

Liberalisme diambil dari ekonomi neoklasikal, yang melihat bahwa hubungan interna-sional berdasarkan pada pembagian kerja yang dengan efisien memksimalkan kesejahteraan semua orang. Liberal menginginkan adanya rezim-rezim yang kuat. Dengan rezim yang kuat, efisiensi, stabilitas dan hirarki dapat diatur secara maksimal.

Merkantilisme menerima konsep dari pasar-pasar logis dan tidak menolak pembagian kerja internasional berdasarkan keuntungan komparatif. Perbedaan utamanya dengan libera-lisme adalah merkantilisme menolak pemujaan terhadap perdagangan bebas internasional dan investasi sebagai suatu norma.

Sistem kepentingan dari merkantilisme adalah balance of power. Strukturnya anarki, berdasarkan hukum dan dapat menentukan kebijakan. Bentuk rezim yang diterima oleh mer-kantilisme direpresentasikan dengan pengaturan dimana biaya untuk mempertahankan posisi kekuatan dapat ditahan untuk yang kuat dan untuk yang lemah.

Pendekatan terakhir adalah mainstream yang berada diantara liberalisme dan merkan-tilisme. Penganut aliran utama ini membatasi prediksi mereka ke pemahaman proses itu sendiri. Proses yang menarik mereka adalah interaksi antara nilai-nilai tatanan yang diambil dari liberalisme dan merkantilisme.

Rezim menurut aliran ini merupakan pengaturan untuk mengurangi sebab-sebab yang tidak pasti seperti pembangunan, untuk memaksimalkan penerimaan keuntungan aktor dan meminimalkan biaya meskipun ada perubahan kondisi. Tujuan utama dari rezim-rezim adalah untuk menetapkan dan membagi informasi agar memungkinkan aktor-aktornya untuk mengu-rangi ketidakpastian.

Menurut saya, rezim ada dan muncul dari keadaan yang tidak stabil. Teori-teori me-ngenai rezim itu sendiri tidaklah absolut karena muncul dari berbagai pandangan keilmuan, yang berusaha menjelaskan rezim dari keadaan tidak stabil itu sendiri. Karena itu, tidak ada teori yang dianggap paling benar dalam menjelaskan istilah rezim.

Sekalipun begitu, pembagian teori-teori diatas jelas membantu dalam memahami apa sebenarnya rezim itu sendiri. Sekalipun masing-masing teori melihat rezim dari sudut pan-dang yang berbeda-beda, entah sebagai suatu hal yang positif maupun negatif, tujuan akhirnya tetaplah sama, yaitu untuk membentuk dunia dalam suatu tatanan yang teratur.

Source:
Structural Causes and Regimes Consequences: Regime as Intervening Variables by Stephen D. Krasner.
Evans, Graham and Jeffrey Newnham. 1998. The Penguin Dictionary of International Relation. England: Penguin Group.
Krasner,Stephen.1983.International Regimes.New York.Cornell University Press

0 komentar:

Post a Comment